Tugu Perjuangan Gembong

Senin, 16 Nov 2020 | 16:03:13 WIB


Tugu Perjuangan Gembong

Tugu Peringatan Perjuangan Tentara dan Rakyat Gembong

Tugu peringatan perjuangan tentara dan rakyat di pertigaan Pasar Gembong ini untuk mengenang perjuangan heroik melawan Belanda di Bageng, Gembong.

Di masa Agresi Belanda II, Tahun 1949 Pertahanan utama tentara di Pati ada di desa Bageng Kecamatan Gembong. Kepemimpinan Komando Daerah Muria pada waktu terjadinya Agresi Militer Belanda kedua adalah Kapten Ali Mahmudi. Pada masa kepemimpinannya koordinasi antar gerilyawan di Gunung Muria semakin baik. Pasukan Belanda terus melakukan operasi, TNI selalu dapat menghindar dari penyergapan, namun pada tanggal 23 Juni 1949 seorang pejuang besar yaitu Haji Zaeni tertangkap oleh Belanda. Beliau gugur sebagai kusuma bangsa setelah ditembak oleh pasukan Belanda karena tidak mau menunjukkan tempat kedudukan TNI.

Kegagalan demi kegagalan dalam setiap operasi membuat pasukan Belanda marah, lalu melampiaskannya dengan menembaki penduduk, merusak dan membakar rumah penduduk, serta mengeluarkan ultimatum. Komando Daerah Muria berhasil menggunakan strategi perang gerilya semesta, sehingga meskipun TNI selalu mendapat tekanan dan sulit melakukan komunikasi antar gerilyawan, namun perlawanan tidak pernah berhenti. Melihat kenyataan seperti itu, Komandan STM (Sub Territorium Militer) Pati Selatan mengirimkan bantuan pasukan berkekuatan satu seksi yang dipimpin oleh Iskandar Jayusman. Seluruh pasukan itu berasal dari kesatuan Brigade Ronggolawe. Kedatangan pasukan tersebut disambut gembira oleh Kapten Ali Mahmudi, para gerilyawan dan seluruh masyarakat Gembong. Mereka kemudian mengadakan koordinasi untuk menentukan strategi.

Kapten Ali Mahmudi merupakan sosok pimpinan yang cerdik dalam strategi militer. Ini terbukti ketika beliau gugur, perjuangan rakyat Pati sempat mengalami kebuntuan sebelum diambil alih oleh Mayor Munadi yang berjuang di wilayah selatang sekitar Pegunungan Kendeng. Di sisi lain selain cerdik, sosok Kapten Ali Mahmudi juga seorang yang pemberani dan frontal terhadap musuh.

Tanggal 19 Juli 1949, menjelang Subuh tepatnya pukul 05.00 ada laporan dari Asisten Wedana Gembong, Mochtar HS bahwa patroli Belanda yang terdiri dari satu scout car dan satu jeep masuk Gembong, Kabupaten Pati. Kemudian Mochtar HS melapor kepada Kapten Ali Mahmudi dan menyarankan kepadanya agar hari itu menyingkir ke hutan Muria, tidak usah ikut menghadang musuh, tetapi saran itu tidak diterima. Sementara itu Letda Iskandar Jayusman beserta pasukannya segera menuju ke hutan Trowelo untuk melakukan pencegatan. Di hutan Trowelo mereka bertemu dengan Pasukan Macan Putih dipimpin oleh Mayor Kusmanto yang bertujuan sama. Mereka kemudian berkoordinasi dan membagi tugas.

Pada saat iring-iringan pasukan Belanda memasuki jaringan pertempuran dan telah terkepung, TNI dengan gencar menggempurnya. Pertempuran ini berlangsung seru, posisi TNI sangat menguntungkan karena berada di atas bukit yang berhutan lebat, sehingga pasukan Belanda sulit melakukan serangan balasan. Dua truk Belanda hancur, tigapuluh serdadu Belanda tewas dan sembilan belas lainnya terluka, sedangkan sebuah jeep dan scout car dapat meloloskan diri. Pasukan yang lolos ini setelah sampai di dukuh Bregat dihadang oleh pasukan Co. I yang dipimpin oleh Kapten Ali Mahmudi yang kemudian dibantu oleh pasukan Letda Iskandar Jayusman. Jeep berhasil ditembak dan menewaskan serta melukai beberapa orang yang berada di dalamnya, sedangkan scout car masih dalam posisi siap tembak. Ketika tembak menembak berhenti, Kapten Ali Mahmudi bermaksud berjibaku dengan menarik bambu disertai pelemparan granat untuk mengusir scout car. Ternyata granat tidak meledak dan pada saat yang bersamaan pasukan Belanda memuntahkan serentetan tembakan yang tepat mengenai tubuhnya. Beberapa saat kemudian Kapten Ali Mahmudi menghembuskan nafas terakhir, gugur sebagai kusuma bangsa.

Sumber yang lain menuliskan, Komandan pasukan 051/RI, Ronggolawe, Kapten Ali Mahmudi, yang bergerilya di daerah itu langsung memerintahkan kepada Co. I untuk bersiap dan ready for fire, sedang ia sendiri mempersiapkan Co. II untuk keluar dari desa dan menempati medan G.I (medan desa Trowelo, 3 km di luar Gembong ke arah Pati). Terjadi pertempuran di tengah kampung (di selatan Pasar Gembong). Menurut laporan Kompi I, dua orang Belanda terkena tembakan, menyusul tiga orang lagi, tapi kelima serdadu itu berhasil dimasukkan jeep dan diangkut ke Pati. Scout car diam di tempat, tapi serdadu Belanda tidak keluar. Kapten Ali Mahmudi bertiarap di belakang sebuah pohon, sementara anak buah menghentikan tembakan. Kapten Ali Mahmudi berjibaku menghalau scout car dengan granat. Sersan Minu memberikan tanda agar tak ada yang bergerak, karena bren scout car dalam keadaan ready for fire. Justru waktu itu Kapten Ali Mahmudi keluar dari balik pohon untuk melaksanakan misinya. Tapi, tepat pada waktu itulah brengun Belanda menyalak, dan Kapten Ali Mahmudi rebah. Tembak menembak mulai lagi, sampai akhirnya pasukan 051/RI, mengundurkan diri, dan scout car meninggalkan tempat, kembali ke Pati.

Perjuangan memerlukan pengorbanan, gugurnya para pahlawan tidak melunturkan keberanian dalam menjalankan tugas. Demikian pula halnya dengan gugurnya Kapten Ali Mahmudi, makin mengobarkan semangat heroisme dan patriotisme para pejuang untuk tetap melanjutkan perjuangan merebut kembali kemerdekaan yang pernah teraih. Serangan kemudian dilakukan oleh Belanda pada tanggal 20 Juli 1949 dengan membumihanguskan Desa Bageng dengan tembakan dari pesawat dan pasukan Belanda. Hal tersebut merupakan serangan besar-besaran yang dilakukan oleh Belanda untuk menyapu bersih pertahanan Republik Indonesia seiring kegagalan-kegagalan yang mereka alami ketika ingin menguasai Pati seluruhnya. Saat itulah markas pasukan TNI di Bageng luluh lantak dan kemudian markas pertahanan Muria dipindahkan.

Pada tanggal 23 Juli 1949, Mayor Kusmanto secara resmi menjadi Komandan Komando Daerah Muria menggantikan Kapten Ali Mahmudi. Kemudian Mayor Kusmanto memindahkan markas besar Komando Daerah Muria ke desa Glagah untuk memudahkan komunikasi, administrasi, koordinasi serta pengorganisasian dalam segala gerakan atau tindakan. Selanjutnya markas di desa Glagah dijadikan sebagai markas besar perjuangan di Gunung Muria.

 

Ragil Haryo Yudiartanto dkk. (2018). Kabupaten Pati Di Masa Revolusi: Menjaga Kedaulatan Republik Indonesia Dari Ancaman Pki Musso Dan Agresi Militer Belanda II (1945-1950). Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan, kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Foto Tugu: Koleksi Dinas ARPUS Pati

 

[Kembali]   [Selanjutnya]