MATHIAS SOEGIJONO
Bapak Pendidikan Pati
MATHIAS SOEGIJONO lahir di Yogyakarta 02 Maret 1912 tepatnya di daerah Purwokinanti. Beliau merupakan keturunan ketiga Pakualaman dari garwa selir yang lebih dikenal oleh masyarakat Kota Pati dengan nama Pak Giek. Adalah seorang tokoh pencerdas anak bangsa di Karesidenan Pati dan penanam semangat Nasionalisme melalui Pendidikan.
Beliau menempuh pendidikan Sekolah Rakyat di Yogyakarta pada tahun 1926-1932, kemudian pada RC Kweekschol and Normalschool, Muntilan (Sekolah guru dengan sistim asrama. Sekolah tersebut didirikan tahun 1904 oleh Pastor Gregorius Yosephus Van Lith SJ) untuk belajar menjadi Guru tahun 1932 – 1936 bersama Mgr. Soegijopranoto, Yos Sudarso, I.J. Kasimo Cornelius Simanjuntak. Pada tahun 1936 – 1940 beliau berkuliah di Seminaries Maastricht, Netherlands.
Setelah selesai menempuh pendidikan kuliahnya, ia kembali ke Indonesia tepatnya di Kabupaten Pati pada tahun 1940. Beliau langsung mengajar di Sekolah Kanisius pada jaman Belanda tahun 1940 – 1943. Ia bekerja selama 3 tahun sebagai guru di zaman Belanda, Di masa pendudukan Jepang, tepatnya tahun 1943, Mathias Soegijono bersama seniornya, Bapak Oentoeng dan guru-guru di Pati diinstruksikan untuk mendirikan SMP Syuu Dai Ichi Chu Gakko Pati (SMP Rondole) murid-muridanya berasal dari Pati, Kudus, Jepara, Juana, Rembang dan Blora. Pak Oentoeng selanjutnya ditunjuk menjadi kepala Sekolah, namun beliau tidak bertahan lama karena mengajukan pensiun akibat tidak tahan atas perlakukan kasar tentara Jepang. Sebagai gantinya Mathias Soegijono ditunjuk sebagai kepala Sekolah SMP Rendole di usia 28 tahun. Awalnya kegiatan belajar SMP Rendole di sebuah gudang kapok setengah jadi milik bapak Djacaria, pengusaha kapok randu dari Pati. Gudang itu dipinjamkan secara gratis yang berlokasi 5 km dr pusat kota Pati ini terletak diatas bukit dan dinaungi sebatang pohon randu yang besar dan tinggi. Sesuai instruksi Jepang sekolah tersebut menggunakan kurikulum SMP yang memuat materi antara lain aljabar dan ilmu ukur, ilmu hayat, bahasa Jepang, bahasa Inggris dan Sejarah. Didalam kurikulum ada kerja bakti di sawah, ladang, memperbaiki saluran air, memanen padi yang hasilnya sebagaian besar diserahkan untuk kepentingan perang Jepang. Di dalam Kurikulum tersebut juga memuat kegiatan seperti latihan baris berbaris, latihan perang (kyoren), latihan merayap (hofuku) sebagai pengganti olahraga. Yang kelak kemudian hari sebagai modal para murid untuk menghadapi perang kemerdekaan. Setiap tahun SMP Rendole selalu mendapatkan juara dalam lomba pidato bahasa Jepang, ada kataggori Tzuzuri kata dan hanashi kata sehingga tahun 1944-1945 Pati Dai chi Shoto Chu Gakko menjadi terkenal di Jawa dan Madura. Sesudah Proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, murid dan guru SMP Rendole aktif berjuang mengangkat senjata bersama BKR (Badan Keamanan Rakyat) dengan melucuti tentara Jepang, turut berperang lima hari di Semarang dan Agresi Militer Belanda II di Demak, Solo dan Pati.
Di masa kemerdekaan RI Pak Giek dan murid-murid kembali melakukan kegiatan di SMP Rendole. Awal tahun 1947 SMP Rendole resmi dipindahkan dari Desa Rendole ke Kota Pati menempati gedung bekas pabrik rokok yang dimiliki oleh seorang tionghoa dan SMP Rendole berganti nama menjadi SMP Negeri Pati. Pak Giek menjadi kepala Sekolah SMP negeri 1 Pati yang pertama.
Di setiap 17 Agustus upacara kemerdekaan RI (tahun 1953-1963) pak Giek memimpin aubade murid-murid Pati menyanyikan lagu-lagu perjuangan yang menempa rasa nasionalisme dan kebanggaan jadi bangsa Indonesia. Jasa dan semangat pak Giek sebagai pendidik tidak bisa dipandang sebelah mata, hal ini beliau mendapatkan promosi menjadi kepala Koordinator Pendidikan Menengah di Semarang dan promosi ke Departemen Luar Negeri di Jakarta namun beliau tolak, pun beliau menolak beasiswa sekolah lebih tinggi di USA dikarenakan lebih memilih mengabdi di Pati. Mathias Soegijono wafat pada 6 Desember 1996 dan dimakamkan di Pati.
Dari kegigihan beliau mendidik anak- anak Pati dalam keterbatasan, dapat menghasilkan siswa siswi yang berprestasi. Tidak hanya sebatas di Pati saja, namun bisa sukses hingga di tingkat nasional. Selain ikut berjuang melucuti senjata Jepang beliau juga mengajarkan pendidikan karakter sehingga para alumninya tidak melupakan jasa Pak Giek sebagai pejuang yang telah mencerdaskan mereka,
Untuk mengenang dan memberikan penghargaan kepada Bp. Mathias Soegijono atas jasa-jasanya di bidang pendidikan di Kota Pati Pada tanggal 21 Juli 2017 Bertempat di monumen perjuangan tentara pelajar Hotel Pati Jl. Sudirman No 60, Bupati Pati meresmikan prasasti “Mathias Soegijono Pejuang Dan Bapak Pendidikan Pati“ , Hadir dalam kegiatan tersebut Forkompimda Kab Pati, Mayor Jendral TNI ( Purn ) Haris Sudarno mantan Pangdam V Brawijaya, Marskal Muda TNI ( Purn ) Ir Sri Diharto Msc, Ir Arsap Hadiroso,Ir Budi Wiyarso, Ir Michael Sumariyanto MBA, Ir Gufron Sumariyono,Seketaris Golkar ( Rahayu Ning Tyas ), Kabag Ops mewakili Kapolres Pati ( Kompol Sundoyo SH ),Ketua LPVRI Cab. Pati ( Karni Lilik ), Calon Wakil Bupati Pati terpilih ( H Saiful Arifin ).
Dalam sambutannya ketua panitia penyelenggara Marsekal Muda TNI ( Purn ) Ir Sri Diharto, Msc sebagai alumni SMP Negeri 1 Pati dan salah satu pemrakarsa dibangunnya prasasti ini mengisahkan, sosok Pak Giek sebagai guru yang mampu mengobarkan semangat bagi para muridnya, untuk terus belajar meskipun di tengah keterbatasan. Konsistensi beliau yang lebih memilih menjadi pengajar di Pati, daripada menerima jabatan yang lebih tinggi di tingkat pusat, menjadikan para murid menaruh hormat dan segan terhadap beliau. Diharapkan melalui prasasti ini, para generasi pengajar muda di Kabupaten Pati dapat meneruskan perjuangan beliau untuk mencerdaskan putra putri daerah sekaligus mencintai tanah air.
Ir. Gufron Sumariyono. Booklet Peresmian Prasasti “Mathias Soegijono Pejuang dan Bapak Pendidikan Pati”. Jakarta 2017
Wawancara dengan Ir. Gufron Sumariyono (Putra M. Soegijono)
Sumber lain: Media Massa